Rabu, 30 Desember 2009

Refleksi Akhir Tahun

Hari ini,Kamis, 31 Desember 2009 adalah hari terakhir dalam tahun masehi tahun 2009. Sebuah hari yang memiliki banyak makna bagi banyak orang, tentu saja tergantung dari filosofi, latar belakang budaya , agama maupun profesinya. Namun, galibnya hari ini adalah hari yang sering digunakan untuk melakukan evaluasi dan refleksi terkait dengan segala aktivitas kehidupan seseorang, bahkan institusi sekalipun.Beberapa tahun belakangan marak kita saksikan "publikasi" tentang resolusi akhir tahun menyambut tahun baru,khususnya dikalangan Public figure.Sesungguhnya, "budaya" ini merupakan suatu fenomena menarik dan patut untuk diapresiasi. Dan saya pun terinspirasi untuk melakukannya, sebagai bagian dari upaya "membangun" kesadaran spiritualitas hidup secara pribadi.

Hari ini, waktu yang tepat bagi saya pribadi dan kita semua untuk mengevaluasi diri.Sejauh mana rona dan pernik2 kehidupan telah kita lalui dalam kisaran waktu setahun ini. Ya , sejauh mana kehidupan telah kita lalui. Sudahkan perjalanan ini kita lalui dengan baik sesuai dengan koridor, kredo, keyakinan dan peran serta tanggung jawab yang kita miliki ?

Hari ini, saya cukup berbahagia, ketika akhirnya "beban" yang ada dipundak kami bisa dipenuhi. Ya....sebagai aparat pajak, tugas mengumpulkan pundi2 penerimaan negara dari sektor pajak adalah sebuah tugas "suci". Akhirnya , dengan kerja keras dan kekuatan doa teman2 satu kantor .......dan yang pasti dengan ijin dan karunia Nya, semua bisa terpenuhi. Hanya satu kata : syukur Alhamdulillah sepatutnya kita ucapkan.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada masyarakat wajib pajak yang telah menunjukkan "patriotisme" nya dengan membayar pajak dengan baik.Matur nuwun kagem para wajib pajak di wilayah kutha Nagayogyakarta Hadiningrat. Harapan dan doa semoga tahun depan bisa lebih baik lagi.

Senin, 21 Desember 2009

Bu Susi Guruku

Bruuk, bahuku menubruk seseorang. "Nab, Bu Susi!!" Bisik Tya dengan suara tertahan. Ups, semua orang juga tahu bahwa itu adalah guru paling killer di seantero indonesia. Berlebihan memang, tapi sifatnya patut diperhitungkan. Bu Susi menatapku dengan tajam. "Nabila Khairunnisa dari kelas 5B?" Tanyanya dengan nada tinggi. "Kau harus tinggal di kelas setelah pulang sekolah," Sambungnya sambil menoleh, dan berlalu. Punggungku terasa lemas. Aah.. Gila banget tuh guru! Mungkin lebih tepatnya sinting. Aku terus merutuk Bu Susi dalam hati. "Haha.. Lagi sial banget kamu!" Sindir Eko kepadaku. Aku menyibir. "Biar saja!" Seruku. Tapi dalam hati, aku tahu. Bukan karena aku lagi sial atau apalah. Tetapi semua ini karena Bu Susi. Ya, cuma karena dia! Bayangkan itu Bu Lilla, atau Bu Nur. Pastilah beliau akan tersenyum dan memaafkannya. Bu Susi itu guru pindahan. Awalnya, ia hanya menggantikan pelajaran kesenian selama Bu Lilla hamil, akan tetapi, kontraknya diperpanjang karena Bu Lilla hanya akan mengajar kelas 1, 2, dan 3 saja. Dari wajahnya yang kelihatan sangar, semua orang juga tahu, bakalan apes nasibnya jika melakukan sesuatu yang menurutnya 'tidak pantas'! Itu memang benar. Buktinya, Tya, tepatnya Salsabila Agristya, pernah mengalami hal yang memalukan, sekaligus menyebalkan dengan wanita tersebut. Waktu itu, ia baru saja menamatkan pelajaran olahraga. Karena waktu yang mepet antara pelajaran olahraga dengan waktu sholat dhuha, Tya berlari sekencang mungkin sampai toilet. Toilet sekolah kami memang sedikit. Mungkin sekolahnya yang pelit, hehe.. Atau mungkin karena toilet ruang ganti siswi yang telah diubah menjadi koperasi. Tidak hanya seorang dua orang yang mengantre di depan toilet. Kira-kira ada sekitar 11 orang. Untuk mempersingkat waktu, Tya berganti baju di toilet guru siswi. Tentunya setelah ia mendapat izin dari Pak Adzim, guru bagian piket hari itu. Saat hendak menarik risleting celana, terdengar ketukan pintu. Ketukan yang keras. "Wooy!! Siapa di dalam!?" Teriak suara tersebut. Suara nada tinggi angkuh yang khas, milik BU SUSI! Dengan keadaan setengah memakai jilbab, kaus kaki terbuka dan sepatu yang dijinjing, Tya keluar dari toilet guru siswi. Saat hendak mau merapikan jibabnya, tangannya ditarik oleh Bu Susi. Ah, apes deh guaa, katanya saat menceritakan hal itu padaku. "Salsabila Agristya dari kelas 5B?" Itu kebiasaan Bu Susi. Memastikan nama dan kelas. Dan entah kenapa nama dan kelas yang disebutkannya tak pernah salah. Paranormal, begitu pikirku. "Kamu, silakan dibaca tulisan apa yang terpampang di pintu toilet ini!" Perintah Bu Susi kepada Tya. "Toilet guru putri, Bu.." Jawab Tya dengan wajah memelas. Seluruh murid yang menyaksikan kejadian itu, memandang Tya prihatin. "Nah, matamu di pasang dimana? kau sudah tahu, cuma ada 2 toilet guru! Yang di barat toilet guru pria dan yang disini wanita!!!" Pekik Bu Susi. "Tapi, bu... Tadi saya sudah dapat izin dari Pak Adzim," Tya membela dirinya. Semua anak yang di sana ikut mengangguk. "Tak ada tapi-tapian!!!" Teriak Bu Susi. Setelah itu, ibu Tya dipanggil dan dibentak-bentak. Tentu saja Tya jadi kena getahnya. Padahal, kata Tya, ceritanya diberi bumbu 90%.. Hehhe.. Kalau menurut pendapatku sendiri, secara fisik Bu Susi sama sekali tak menarik. Bahkan lebih dari itu. Istilah langsungnya, sih: jelek. Apalagi sifatnya, suka membentak, tak peduli dengan murid, dan bermuka dua. Dari sisi pembelajaran juga, sepertinya ia sama sekali mengerti seni, dan cara menilainya. Aku dikenal sebagai murid terpintar di bidang seni (agak geer niih) pada saat Bu Lilla masih mengajarku tentunya. Pernah aku membuat gambar arsir dengan cat warna, yang sudah kutebali lagi dengan pastel serta goresan pensil, dan mendapat juara 1 lomba menggambar karenanya. Aku mengulangi gambar tersebut dan mengumpulkannya pada Bu Susi pada waktu kegiatan menggambar bebas. Tapi apa yang dilakukannya? Gambarku dinilai asal-asalan: dengan wajah sama sekali tak melihat gambarku, sedang menggunting kuku + gayanya yang tak sopan. Nilaiku hanya 65 saat itu! Saat kutanya, ia menjawab, "buku gambarnya kurang besar," Jaman manakah yang menilai seni dari buku gambarnya?? Ooww... Aku ingin menendang wajahnya saat itu juga. Tapi aku mengurungkan niatku. Ada satu ideku yang akan kulaksanakan. Ide yang sengaja kurancang untuk mencelakakan Bu Susi. Jika ditanya, siapa yang membenci Bu Susi, semua anak kelas 4,5, dan 6 pasti mengacungkan tangan. Mudah bagiku untuk menjebak dengan kerja sama tim yang besar. Ibuku termasuk pengurus komite di bagian Sie. Dana dan Usaha. Itu jajaran yang tepat bagi kami. Terlebih, Ayah Tya merupakan ketua komite. Jabatan ini akan memperlancar rencanaku. Bagiku, hal yang ruwet atau ribet adalah masalah. Langsung saja ke intinya: mengeluarkan Bu Susi dari sekolah. Caranya mudah. Tya mengadu kepada ayahnya, ayahnya ke bapak kepala sekolah, dan keluarlah Bu Susi dengan mulus. Cling... Tidak repot dan mudah. Satu lagi, memuaskan. Soal uang, ibuku pasti mau menanggung semuanya, jadi hal itu bukan masalah! Waktu pelaksanaan rencana sudah ditetapkan hari Jum'at. Hari dimana Bu Susi akan mengajar jam pertama. Dari awal, kami sengaja bertingkah gaduh di kelas. Bu Susi akhirnya menampar salah seorang dari kami yaitu Nabila Khairunnisa alias aku! Keterlaluan! Sebelumnya aku telah meminta Tya untuk memotret kejadian tersebut yang akan digunakan sebagai bukti. "Huh, rasakan kau Bu Susi!" Teriakku kepada Bu Susi. "Aku telah memotret kejadian tadi! Itu cukup menjadi bukti untuk keluarnya kau dari sekolah!" Pekikku. Tanpa tersadar, aku mengucapkan kata-kata yang tidak pantas, seperti,"Jelek, payah, nggak becus!" Tapi itu ungkapan hatiku. Menurutku ia pantas mengalami hal itu. Kejadian itu berlalu selang 2 hari. Sejak saat itu, Bu Susi bersikap baik dan tak pernah membentak-bentak. Bahkan kudengar ia beroperasi plastik untuk memperbaiki wajahnya yang kelihatan sangar. Kami tak pernah bertemu dengannya lagi karena namanya dihapus dari guru daftar pelajaran kelas kami. Aku tahu ia sudah berubah, dan aku menyukai perubahannya itu.. Tapi sayang, lusa ia sudah akan keluar dari sekolah. Tak ada yang mampu untuk membatalkannya. Kepala sekolah sudah menetapkan bahwa Bu Susi akan keluar dari sekolah, dan keputusan tersebut mutlak! Kami sungguh menyayangkan kepergian Bu Susi. Bagaimana tidak? Kami merasa bersalah atas perubahannya. Harusnya kami hanya meminta beliau untuk berubah! Hari demi hari telah berlalu... Bu Susi telah keluar dari sekolah. Tapi kudengar ada suatu berita tentangnya.. "Nab, Nabila Khairunnisa!" Panggil seseorang di belakangku. Saat itu aku memang sedang berjalan-jalan di Ambarukmo Plaza. Aku menoleh. Seorang wanita cantik. Tapi, itu kan suara Bu Susi! "Bu Susi?" Desisku tak percaya. "Ya, aku hanya ingin mengobrol denganmu," Kami duduk di sebuah cafe. Lalu Bu Susi mulai bicara, "Berkat kau, aku berubah. Dari awal mungkin aku bertingkah laku yang tidak baik. Dan aku ingin berterima kasih kepadamu.." Ucap Bu Susi. Aku mengangguk-angguk. "Aku memang dikeluarkan dari sekolah, tapi aku tak putus asa. Aku masuk ke Universitas Gadjah Mada dan mengajar di bagian MIPA. Karena ketekunanku dalam mengajar, aku diperbolehkan menjadi mahasiswa kembali untuk menambah gelar S3 ku. Aku telah lulus sekarang, dan aku telah menerbitkan sebuah buku sehingga gelarku ditambah," Jelas Bu Susi panjang lebar. Nada suaranya kini tidak lagi angkuh dan tinggi. Suaranya rendah dan lembut. Ini bukti dari perubahan Bu Susi. Aku tak bisa menjawab. Terasa kaku mulutku. Tapi, dia tersenyum. Senyuman bak bidadari itu takkan kulupa dalam memoriku. Bu Susi lalu pergi setelah menceritakan cerita tersebut. Tak lupa diberikannya nomor telpon dan alamat rumahnya. Hari ini, aku mendapat satu hikmah. Jika kita tidak menyukai seseorang, lebih baik kita berbicara sopan dan tidak mencelakainya. Setetes air mata jatuh membasahi pipiku. Aku tersentak. Ada apa ini? Tapi, setelahnya aku tersenyum, dan kemudian bangkit dari dudukku. Teacher is who second parents for our.... Yogyakarta, 12 November 2009ĸα​я‎îŋɑ ☺ ™ Powered by Telkomsel BlackBerry®

surat untuk Bunda

Bunda... Mungkin setitik penyesalan ini dapat meluluhkan hatimu
Tolong, dengarkan diriku, bunda..Sepatah kata sekalipun..!
Aku punya rumah dan mobil bagus, aku membanggakannya
Aku punya prestasi terbaik di sekolahku, aku membanggakannya
Aku punya segudang bakat yang bisa dikembangkan, aku membanggakannya
Aku punya wajah berseri dengan rambut indah, aku membanggakannya
Walau aku tahu, semua itu bukan karenaku
Rumah dan mobil, bundalah yang bekerja membantu ayah
Prestasi, bundalah yang menyemangatiku, membuatku mengerti apa itu ilmu
Bakat, bundalah yang mengembangkannya, berdoa, agar bakat itu tumbuh dan berkembang Wajah menarik, bundalah yang dulu, ketika aku bayi sampai sekarang, merawat kulit dan tubuhku dengan lembut
Aku tetap membanggakannya
Berkata pada teman-temanku bahwa akulah yang membuat itu semua
BohongYa, hanya isapan jempol belaka
Aku memfitnah diriku, aku mengkhianati bunda

Kau terus bertambah usia. yah.. Manusia akan lekang oleh waktu, sesempurna apapun
Aku selalu mencari hidup pada dirimu,
sedangkan kau selalu berusaha menghidupiku
Pola hidup kita sedikit sama
Aku mencari hidup untukku
Kau mencari hidup untukku
Sedikit rasa congkak mulai tumbuh dalam diriku
Sikap sewenang-wenang pada dirimu kuanggap sudah sewajarnya
Aku tahu, kau pun manusia yang memiliki batas waktu untuk bersabar
Disaat kau dengan sadar atau tidak , mengulang terus menerus ucapan yang membosankan, aku bersabar mendengarkanmu sebagaimana dirimu dulu mengulang sebuah cerita berkali-kali hingga aku terlelap dalam mimpi
BohongYa.. Aku hanya sedikit mencoba untuk mengerti SEDIKIT kau, bunda
Aku senang, walau hanya sedikit. Karena dengan begitu, akan ada satu hal lagi yang kubanggakan kepada temanku. "Hei, aku selalu bersabar mendengarkan bundaku..!"
Kenapa aku tak membanggakan bunda seperti aku membanggakan diriku sekarang?
Padahal, itu sebuah kegiatan yang sama
Sekarang, aku tersadar dan mulai mengerti
Darah pengorbananmu yang dulu kukira tak berarti
Rasa ikhlasmu yang dulu tak pernah kumengerti
Kesabaranmu menghadapiku yang tak menyentuh hati
Bunda, kuhaturkan sebuah kata, meski telingamu sudah kaku seakan tak mau mendengarkanku
Maafkan aku, bunda..Maaf
Aku manusia yang biasa
Aku manusia yang berlumur dosa
Aku manusia yang mencampakkan semuanya
Tapi bolehkah, aku menyampaikan barang lima kata untuk mengakhiri surat ini?

Selamat hari ibu
Bundalah pahlawanku


By Karina Nadhirah Paramastry Indriyanto 2009

Rabu, 02 Desember 2009

Audiensi dgn Wk Ketua DPRD I Jateng


Setelah mengakhiri kegiatan qurban Pk 14.00, kami berlima, pengurus inti Mas Tejo lanjut ke Semarang untuk beraudiensi dengan wakil-wakil rakyat yang berasal dari Tegal. Perjalanan Jogja_Semarang ditempuh dalam waktu yg cukup lambat karena hujan dan Macet. Alhamdulillah, difasilitasi oleh mas Adi ,salah satu anggota DPRD I Jateng,kami bisa bertemu dan berdialog dengan Pak Fikri, salah satu wakil ketua DPRD I Jateng. Banyak hal yg kami bicarakan. Baik menyangkut eksistensi paguyuban Mas Tejo maupun perkembangan pembangunan di Kabupaten/Kota Tegal. Dari perbincangan tsb terungkap bhw Kab Tegal menduduki ranking ketiga dari bawah dalam hal tingkat perekonomian di Propinsi Jawa Tengah. Kabar yg cukup menyentuh hati bagi kami, yg dilahirkan dan mengerti potensi yg ada. Sesungguhnya, apabila pemda serius dan cerdas, posisi memilukan itu tdk sepantasnya di sandang. Keprihatinan ini menggugah kami, mas Tejo dan bbrp komponen masyarakat yg peduli, utk berkiprah dan berperan lebih bagi pembangunan di Kabupaten Tegal. Semoga

qurban Mas Tejo




Masih dalam rentang waktu hari tasyrik, minggu 29 Nop 2009,bertempat di perumahan giwangan asri 2, Paguyuban Mas Tejo mengadakan penyembelihan hewan qurban. Ini adalah debut pertama seksi keagamaan Mas Tejo. Setelah ritual penyembelihan dan pembagian daging untuk masyarakat sekitar , kami menikmati sajian sate dan gulai kambing khas Tegal plus perbincangan full dialek Tegalan. Serasa bukan di Jogja. Hadir sebagian besar pengurus, adik2 mahasiswa dan beberapa tamu undangan. Matur nuwun Gusti.Semua berjalan lancar smg barokah,amien






Hari libur adalah kesempatan bagi kami untuk meluangkan waktu buat refreshing, khususnya buat anak2 .Kami sadar bhw ada kejenuhan ketika anak2 menjalankan rutinitas sekolah tiap harinya. Pun demikian bagi orang tua sekalipun. Penat dan beban pekerjaan harus diimbangi dengan vacancy. Tidak melulu harus keluar kota dan berbiaya mahal. Sebagaimana kami lakukan ketika anak2 libur pra semesteran. Sabtu, 28 Nop 2009 , kami jalan2 ke desa wisata kembang arum turi ,Sleman dan tempat outbound Banyu sumilir. Menikmati indahnya menyatu dengan alam. Mengingatkan kita akan "kebesaran" sang Pencipta dan pentingnya kita bersahabat dengan alam. Menyatu dalam keheningan dan kedamaian sawah, sungai, dan kesederhanaan suasana desa.