Rabu, 07 April 2010

Gonjang-Ganjing Gayus vs Proporsionalitas Pemberitaan

Pemberitaan media tentang Gayus Tambunan alias GT selama seminggu terakhir sungguh sangat “menyentak”, “memilukan”, dan “ melukai” perasaan keadilan masyarakat kita, bahkan (justru) sebagian besar keluarga besar pegawai pajak. Ya….Gayus adalah satu dari sekian banyak pegawai pajak di negeri ini yang jumlahnya berkisar 32.000 orang. Bahwa mungkin masih ada beberapa gelintir “Gayus-Gayus” lain, tetaplah tidak dapat mewakili kondisi dan perilaku aparat pajak secara keseluruhan. Oleh karena itu selayaknya lah kasus ini mendapatkan penanganan, pemberitaan, dan perlakuan yang proporsional, seimbang dan jujur dari semua pihak.

Menarik disimak pernyataan Menkeu Ibu Sri Mulyani Indrawati, sebagai pimpinan tertinggi di Kementerian Keuangan bahwa reformasi tidak menjamin semua aparat menjadi malaikat. Reformasi menjamin berjalannya koreksi yang credible dan hukuman yang setimpal bila kesalahan dan kejahatan terjadi. Oleh karenanya tidaklah bijaksana dan proporsional jika menyimpulkan bahwa reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan gagal hanya karena terungkapnya kasus Gayus ini. Sebagai pihak yang memelopori dan pihak yang sangat berkepentingan akan suksesnya reformasi birokrasi , sudah barang tentu kekecewaan yang menderanya sangatlah wajar dan pantas. Perasaan Menteri Keuangan itu jugalah yang sekarang ini mewarnai sebagian besar warga pegawai pajak yang sudah mencoba dan berusaha untuk bekerja sesuai alur reformasi birokrasi (modernisasi) yang diterapkan di instansinya.

MODERNISASI DAN PELAYANAN PRIMA
Modernisasi system administrasi perpajakan ( sebagai bagian dari reformasi birokrasi Kementerian Keuangan ) yang sudah dimulai di paruh awal tahun 2000 an sesungguhnya sudah berjalan “on the track”. Adanya pembenahan diberbagai bidang telah menunjukan hasil yang nyata. Peningkatan jumlah Wajib Pajak terdaftar dan peningkatan penerimaan pajak adalah salah satu hasil yang dapat diungkap secara kuantitatif. Kenyataan ini merupakan buah dari upaya modernisasi yang terus digaungkan dan diperjuangkan keluar (eksternal) maupun kedalam (internal).

Spirit modernisasi keluar adalah upaya-upaya yang terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat pada umumnya dan kepada Wajib Pajak pada khususnya. Berbagai kegiatan penyuluhan, sosialisasi, dan kampanye simpatik dalam berbagai even dan media adalah langkah-langkah yang ditempuh untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Penyederhanaan formulir SPT Tahunan, percepatan waktu pembuatan NPWP dan pengurusan restitusi pajak menjadi bagian tak terpisahkan dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak. Singkatnya, pelayanan prima adalah kredo yang hendak dan terus diupayakan oleh kantor pajak.

Spirit modernisasi kedalam adalah upaya – upaya yang terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam rangka menciptakan aparat pajak yang professional, jujur, dan inovatif. Serangkaian kegiatan inhouse training, pelatihan, pembinaan mental spiritual, dan penerapan Kode Etik pegawai adalah langkah – langkah yang telah dan terus digalakkan oleh instansi ini.

“Tsunami Gayus” telah membukakan mata dan kesadaran kita bersama, bahwa apa yang telah dilakukan DJP dengan serangkaian langkah modernisasinya ternyata belumlah cukup dan masih jauh dari sempurna. Fakta ini, meskipun tidaklah mewakili perilaku pegawai pajak secara keseluruhan, dapat menjadi moment/entry point bagi langkah-langkah pembenahan internal secara lebih “radikal”. Sudah barang tentu, keterlibatan masyarakat dalam pengawasan menjadi bagian yang penting bagi pembenahan kedalam aparat pajak khususnya, serta aparat pemerintah lainnya pada umumnya.


AJAKAN BOIKOT BAYAR PAJAK

Munculnya gerakan “ boikot bayar pajak “ disitus jejaring Facebook adalah sebuah fenomena yang harus kita sikapi dengan arif dan bijaksana. Reaksi spontan ini dapat dimaknai sebagai wujud kecintaan dan harapan mulia bagi inisiator dan anggotanya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Namun juga harus disikapi dengan jujur oleh semua stake holder bangsa ini. Sebagaimana sudah diungkapkan oleh Dirjen Pajak, Mochamad Tjiptarjo dalam suatu kesempatan. Kasus Gayus Tambunan adalah kasus kejahatan (pidana), yang sudah barang tentu harus diungkap sejujur-jujurnya dan seterang-terangnya. Dan siapapun yang terlibat, pegawai biasa atau pejabat, dari instansi manapun harus ditindak dengan seadil-adilnya sebagai wujud prinsip hukum “equal before the law”, dalam waktu secepat-cepatnya. Dan, kewajiban bayar pajak adalah masalah kewajiban kenegaraan yang harus dipatuhi oleh siapapun yang mencintai negeri ini. 70% APBN kita ditopang oleh pajak. Ini adalah fakta. Gaji aparatur pemerintah dari Presiden sampai sekretaris desa, pembangunan infrastruktur dari Sabang sampai Merauke, Biaya Operasional Sekolah (BOS), Subsidi pupuk petani, listrik dan BBM dan lain – lain , semuanya dibiayai oleh pajak kita.

Momentum GT harus kita sikapi dengan kesadaran bersama menuju pembenahan dan perbaikan diseluruh sector bidang kehidupan. Saatnya kita mawas diri, mulat sarira hangrasa wani, terhadap posisi kita masing-masing. Sudahkah kita menjalani peran yang kita emban sebaik-baiknya ? dimanapun kita berada dan berkiprah. Selayaknya lah kita menimbang, sejauh mana kita telah menyeimbangkan pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai warga Negara, aparat pemerintah, dan sebagai komponen masyarakat lainnya. Kejahatan bisa datang dan berasal dari manapun, dari instansi apapun, dari latar belakang profesi apapun. Seyogyanya lah kita awasi dan perangi bersama-sama. Penegakan hukum tanpa pandang bulu adalah kata kuncinya. Man jadda wa jada. Jer basuki mawa bea.Sing sapa nandur bakal ngunduh wohing pakarti