Senin, 07 Februari 2011

Kuwat Indriyanto Maju Wakil Walikota Yogyakarta Lewat Koalisi Mataram

YOGYA (KRjogja.com) - Ketua harian Paguyuban Masyarakat Tegal Yogyakarta (Majesto), Kuwat Indriyanto resmi mengajukan diri untuk maju menjadi calon Wakil Walikota Yogyakarta melalui lewat Koalisi Mataram, yakni gabungan 13 partai kecil di kota ini. Kuwat merupakan tokoh yang mendaftar calon wakil walikota lewat Koalisi Mataram, setelah sebelumnya Sapto Yuwono, seorang pengusaha Yogyakarta juga turut mendaftarkan diri.




"Saya ingin memberi alternatif. Karena Yogyakarta kota yang sangat plural dan hingga kini calonnya masih sedikit, jadi saya terpanggil meramaikan," terang Kuwat di sebuah rumah makan kawasan Warungboto, Umbulharjo, Yogyakarta, Jumat (4/2).



Kuwat menambahkan, dirinya juga ingin menghapus anggapan bahwa jabatan wakil walikota merupakan jabatan yang sakral. Kuwat mengaku siap maju, karena memiliki pengalaman bekerja sebagai PNS di Departemen Keuangan.



"DAU saat ini hanya habis untuk gaji pegawai, sementara untuk pembangunan minim. Pemda harus kreatif mencari dana dari sektor lain. Saya bekerja 18 tahun di sektor perpajakan, sehingga saya tahu potensinya dan saya berKTP Yogyakarta," imbuhnya.



Sementara, Ketua Koalisi Mataram, Hari Martono menambahkan, pendaftaran Kuwat melalui Koalisi Mataram akan ditindaklanjuti dengan pembahasan secara internal. Pengumuman siapa yang akan diusung koalisi Mataram akan diumumkan tanggal tanggal 5 Maret mendatang.



"Kami akan menindaklanjuti dengan fit and proper test. Pak Kuwat saya rasa punya latar belakang bagus untuk mengembangkan Kota Yogyakarta. Kami juga terus berkomunikasi dengan partai-parta besar kecuali dengan PKS dan Demokrat yang belum," terangnya. (Den)

Ramai, Bursa Wawali Jogja

JOGJA—Bursa calon Wakil Walikota (Wawali) Yogyakarta pada pemilihan kepala daerah mendatang semakin ramai dengan munculnya satu lagi calon yang diusung Koalisi Mataram. ”Sudah ada dua nama yang akan menjadi calon wakil walikota dari Koalisi Mataram. Nama yang terakhir adalah Kuwat Indriyanto setelah sebelumnya Saptoyuwono,” kata Ketua Koalisi Mataram, Hari Martono di Yogyakarta, Jumat (4/2).


Menurut dia, Kuwat adalah tokoh yang bisa menjadi alternatif pilihan dari berbagai nama yang juga sebelumnya sudah muncul ke permukaan, sekaligus untuk memberi warna dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) mendatang. Ia mengatakan, koalisi Mataram telah mendapatkan dukungan dari 13 partai politik sehingga diperkirakan memiliki persentase suara sebanyak 11,9 persen.

Namun demikian, lanjut Hari, pihaknya akan tetap menjalin komunikasi intensif dengan berbagai partai politik yang berada di lembaga legislatif. ”Saat ini, kami sudah menjalin komunikasi dengan PDI Perjuangan, Partai Amanat Nasional (PAN) dan juga Partai Demokrat,” katanya.

Koalisi Mataram akan membuka kesempatan pendaftaran bagi calon yang berminat untuk maju dalam pemilihan kepala daerah mendatang hingga 5 Maret 2011. Setelah semua calon tersebut mendaftar ke Koalisi Mataram, maka organisasi tersebut akan melakukan penjabaran visi dan misi dari para calon ke masyarakat luas pada 5 Maret.

Sementara itu, Kuwat mengatakan, pencalonannya sebagai calon wakil walikota akan memberikan alternatif di Yogyakarta yang merupakan kota multikultural.

”Di pemilihan kepala daerah di kota yang multikultural ini, sepertinya calonnya hanya itu saja. Saya memberi alternatif lain,” kata Kuwat yang merupakan pegawai negeri sipil di Direktorat Jenderal Pajak itu.

Utama

Pada bagian lain, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengincar kursi walikota Yogyakarta dalam Pilkada pada September, dengan tetap mengusung Ketua Komisi C DPRD kota ini, Zuhrif Hudaya sebagai bakal calon utama. ”Kami akan mulai mengkonsultasikan keinginan ini ke Presiden Partai Keadilan Sejahtera. Diharapkan, Maret nanti sudah ada keputusannya,” kata Ketua DPW PKS Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sukamta, Jumat.

Menurut dia, pertimbangan utama untuk membidik kursi wali kota dalam Pilkada Kota Yogyakarta mendatang adalah aspek manfaat yang lebih maksimal saat kader PKS berada di puncak pimpinan eksekutif kota ini.

Sukamta mengatakan pihaknya sudah fokus untuk mengincar kursi walikota sejak awal, namun apabila hasil pertimbangan Presiden PKS menyatakan lebih memungkinkan apabila maju sebagai calon wakil walikota, maka hal itu tidak akan menjadi masalah. n Antara

Minggu, 23 Januari 2011

SAATNYA KEMBALI KE PANGKUAN LOCAL WISDOM : YITNO YUWONO LENO KENO

Potret buram kini mewarnai jagat keberbangsaan dan ketatanegaraan kita. Mengambil salah satu judul novel sastra angkatan Balai Pustaka karya Sutan Takdir Alisyahbana, “tak lepas di rundung malang”, barangkali bisa untuk menggambarkan kondisi Indonesia saat ini. Cita – cita proklamasi untuk mewujudkan masyarakat adil makmur gemah ripah loh jinawi masih sangat jauh diejawantahkan. Demokrasi sebagai pilihan system ketatanegaraan dan kepemerintahan belum mampu mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Bahkan justru dibanyak sisi memunculkan permasalahannya tersendiri. Pemilu legislative dan eksekutif yang kita laksanakan belum melahirkan output yang memuaskan. Apakah kita sudah betul-betul berdemokrasi dengan benar ? Atau Benarkah kita sudah berdemokrasi ? Pertanyaan ini kemudian mengemuka untuk mencari sebab musabab mengapa selama ini, demokrasi yang merupakan pilihan system ketatanegaraan untuk mewujudkan tujuan ideal sebuah Negara, belum menunjukan korelasi positifnya di Negara kita.


Beberapa waktu berselang, mendagri merilis berita bahwa hampir setiap minggu beliau menerima surat permohonan non aktif Gubernur/ Bupati/Walikota karena tersangkut kasus hukum. Umumnya kasus korupsi. Tercatat 17 Gubernur berstatus tersangka dari total 33 Gubernur. Tak kurang pula separo (155) Bupati/walikota tersangkut kasus yang sama. Fenomena inilah yang memunculkan ironi. Betapa tidak, Kepala Daerah yang merupakan produk pilkada selama era reformasi malah banyak yang menjadi tersangka kasus hukum.

Dilihat dari perspektif penegakan hukum, mungkin kita berbangga bahwa hukum sudah mulai mampu menerapkan prinsip equlity before the law dimana para pejabat yang dahulu terkesan untouchable dari jerat hukum sekarang menjadi pemandangan yang lumrah dan biasa menjadi tersangka dan terdakwa. Gubernur dan Deputi Gubernur BI, Menteri, Mantan Menteri, Anggota Dewan, Mantan Kapolri, Dirjen, Mantan Dirjen, dan yang terbanyak Bupati/Walikota dan mantannya sudah banyak yang menjadi pesakitan.

Namun, dari perspektif sosiologis dan moral, kondisi ini juga dirasakan sangat memprihatinkan. Bukankah mereka-mereka ini adalah pemimpin-pemimpin yang seharusnya menjadi contoh dan panutan masyarakat ?

Jaman memang sudah berubah. Tuntutan masyarakat yang disuarakan media menjadi lebih keras dan terbuka. Itulah tantangan yang memang harus disikapi secara arif oleh para pemangku kebijakan di negeri ini. Era keterbukaan informasi dan tuntutan reformasi telah banyak melahirkan Undang-Undang dan aturan hukum yang begitu ketat mengawasi kerja, kinerja, bahkan sikap dan perilaku pejabat public dalam menjalankan tugasnya. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membahas berbagai fenomena hukum dan demokrasi tetapi hanya mengingatkan kita semua pada pesan leluhur dan nenek moyang yang terlihat sepele namun memiliki kandungan filosofis yang tinggi.

Yitno Yuwono Leno Keno

Terinspirasi oleh kondisi karut marut tersebut, saya teringat pada sebuah kalimat sederhana dalam bahasa jawa. Kalimat ini bisa kita temukan di buku-buku pelajaran bahasa jawa di tingkat SD maupun buku – buku tentang filosofi dan budaya jawa. Ya………Yitno Yuwono Leno Keno, secara harfiah bisa diartikan “hati-hati selamat ceroboh kena”. Maksudnya adalah barang siapa yang hati – hati (yitno) akan selamat (yuwono) dan barang siapa yang ceroboh, tidak hati-hati, akan tersandung masalah. Ungkapan ini memiliki makna yang sangat mendalam dan dapat di tafsirkan secara lebih luas dalam konteks kekinian. Ini adalah petuah atau sesanti yang biasa diberikan para orang tua kepada anak-anaknya, atau oleh guru kepada murid-muridnya dalam mengarungi bahtera hidup dan kehidupan di dunia ini.

Menjadi pejabat public, menjadi Pegawai Negeri, menjadi pemimpin organisasi memang tidak mudah sekarang ini. Banyak aspek yang harus dipertanggungjawabkan. Ada undang-undang, ada peraturan pemerintah, ada peraturan menteri, ada pula kode etik dsb yang mengharuskan kita untuk selalu hati-hati (yitno) dalam bertindak dan bekerja. Bahkan, sekedar melanggar SOP (Standard Operating Procedure) pun kadang-kadang harus berujung pada masalah hukum. Singkatnya, mengabdi pada jabatan public sama artinya dengan bermain dihalaman terali besi penjara. Kalau tidak hati-hati, apalagi ceroboh dan membabi buta (leno) hotel prodeo telah menunggu dengan pintu sangat sangat terbuka.

Bagaimana dengan pegawai swasta, pengusaha dan profesi lainnya ? tentu saja setali tiga uang atau sebelas dua belas jika meminjam istilah anak muda sekarang. Dimanapun kita berkarya dan berkiprah kita harus senantiasa menjaga kehati-hatian. Bukankah sudah banyak kasus pula pengusaha yang terseret masalah hukum . Bahkan bagi profesi penasehat hukum sekalipun. Karena pada dasarnya setiap pilihan pekerjaan maupun perilaku apapun selalu melekat risiko dan konsekuensi. Kehati-hatianlah yang harus kita perhatikan dan utamakan. Akhirnya, Be Careful ! karena Yitno Yuwono Leno Keno.



Kuwat Indriyanto

Alumni SMA 1 Slawi 1990

Ketua Harian Paguyuban MASTEJO

(Masyarakat Tegal Jogjakarta)