Sabtu, 24 Oktober 2009

JER BASUKI MAWA BEA





Bagi masyarakat Jawa, pameo ini sering kita dengar, meskipun akhir – akhir ini sudah semakin memudar, khususnya bagi generasi mudanya. Istilah ini sesungguhnya memiliki makna yang begitu mendalam terkait dengan tingkah laku dan perjalanan hidup dan kehidupan kita. Tidak saja dalam tata pergaulan tetapi juga dalam dimensi kelembagaan dan ilmu pengetahuan. “ Jer Basuki Mawa Bea “ kurang lebih dapat diartikan bahwa untuk mencapai keselamatan (basuki) dibutuhkan biaya (bea). Dalam bahasa yang lebih popular kurang lebih sama dengan “there is no free lunch” . Basuki dan bea disini bisa diterjemahkan dalam artian yang sangat luas, bukan sekedar arti wantah ( an sich/letterleck ). Dalam konteks dinamika modern sekarang ini, basuki juga bisa dimaknai dengan keberhasilan sebuah cita-cita, jabatan, dan peran ( seseorang ), tercapainya visi dan misi (organisasi/lembaga), tercapainya tujuan investasi, wira usaha dan lain-lain. Sementara itu, bea dapat diterjemahkan kedalam pengertian yang lebih khusus dan kontekstual berupa : perjuangan dan kerja keras dan segala resiko yang menyertainya, modal capital maupun modal social lainnya.
Hari - hari ini , para kandidat capres/cawapres sedang berupaya untuk mencapai “basuki” yaitu menjadi Presiden/wakil presiden untuk periode lima tahun ke depan (2009-2014) melalui hajatan pilpres 8 Juli yang akan datang. Dan sudah barang tentu, para kandidat tersebut (beserta tim suksesnya) dituntut untuk mengeluarkan bea. Bukan sekedar bea dalam ukuran keuangan, tetapi juga biaya fisik, waktu, dan pengorbanan immaterial lainnya. Secara pribadi saya sangat sulit membayangkan betapa besar energy yang dibutuhkan oleh para kandidat tersebut untuk berkampanye ke seluruh antero nusantara yang sangat luas ini. Dimana dalam satu hari beliau harus berada diberbagai belahan bumi Indonesia nan luas ini. Stamina, mental yang kuat, dukungan finasial , logistic dan jejaring merupakan syarat mutlak yang tidak bisa diabaikan. Belum lagi kalau kita berbicara opportunity cost nya. Hanya ada satu pasang yang akan menjadi pemenang pertandingan. Artinya, 2 pasang harus siap menerima risiko kekalahan (legowo). Kesiapan mental untuk menerima kekalahan di akhir kontestasi juga merupakan bea yang tak ternilai harganya. Itulah filosofi Jer Basuki Mawa Bea dalam tingkatan nasional.
Tahun 2008 , DJP telah menyelesaikan tahapan I modernisasi system administrasi perpajakan . Dan tahun 2009 ini akan dilanjutkan dengan modernisasi jilid II. Sebuah perjalanan panjang untuk mencapai dan mewujudkan reformasi birokrasi yang dijalankan oleh Departemen Keuangan. Banyak hal yang telah kita lalui bersama, suka, duka, cercaan, ketidakpuasan dan lain sebagainya. Semua itu bea yang dibutuhkan untuk mencapai “basuki” berupa : terlaksananya visi & misi DJP, meningkatnya citra DJP dan optimalnya peran DJP sebagai institusi pengumpul pajak. Dan disisi yang lain, reorganisasi, sarana dan prasarana, system komputerisasi, pengembangan SDM, mutasi dan lain-lain adalah bea yang harus dipenuhi untuk memperoleh “basuki” yang diharapkan tersebut. Bicara modernisasi di DJP adalah berbicara tentang “kerja besar”, progresif dan komprehensif. Didalamnya bekerja sebuah proses yang menyeluruh, terintegrasi, antara cita – cita besar dan biaya besar baik material maupun immaterial. Proses ini membawa dampak yang luar biasa signifikan seiring dengan tuntutan dinamika masyarakat yang terus berkembang. Perubahan paradigma adalah satu contoh bahwa ternyata kita mampu melaluinya. Dan semuanya itu menuntut kesediaan dan kerelaan seluruh komponen stakeholders nya untuk berkorban, mau berubah, komitmen untuk berbenah dan kesadaran baru bahwa memang kita harus berubah. Dan nyatanya, meskipun belum tuntas rasanya kita boleh berbangga bahwa perjalanan modernisasi telah menunjukan arah yang benar sesuai dengan keyakinan yang kita bangun bersama. Semangat harus terus kita pupuk untuk mengawal perjalanan modernisasi ketahap selanjutnya. Masih terus dibutuhkan “bea” “bea” bagi segenap pegawai DJP untuk mendukung target dan pencapaian visi dan misinya. Antara lain; kesanggupan untuk memantapkan nilai-nilai organisasi dalam tataran pribadi2nya. Terus bekerja dengan profesionalitas, integritas, kompetensi dan teamwork. Terus mengembangkan diri melalui penemuan potensi diri, open minded, dan meningkatkan maqom bekerja bukan sekedar memenuhi kewajiban/perintah atasan, melainkan masuk ke wilayah yang lebih transenden. Bahwa bekerja adalah ibadah, bahwa bekerja dengan optimal berarti telah memberikan arti dan manfaat bagi orang lain dan juga aktualisasi diri. Marilah kita berusaha dan terus mencoba : kerja keras,kerja cerdas, dan kerja ikhlas.Man Jadda Wa Jada. Karena sesungguhnya tidak ada yang sia - sia atas segala pengorbanan yang kita lakukan. Semoga.

Tidak ada komentar: