Selasa, 02 November 2010

SUMPAH PEMUDA DAN SEMANGAT UNTUK TERUS BELAJAR

The new society – and it is already here – is a post capitalist society. It is a society where its basic economic resources is no longer capital, nor natural resources, nor labor. It is and will be knowledge (“Peter Drucker” Post Capitalist, 1993)

Tanggal 28 Oktober 2010 ini tepat 82 tahun sudah “Sumpah Pemuda” dikumandangkan. Sebuah momentum yang memiliki makna strategis bagi keberadaan bangsa Indonesia dan eksistensi Pemuda dalam gerak perjuangan bangsa. Deklarasi yang dimotori oleh para pemuda itu menjadi titik awal kebangkitan bangsa Indonesia hingga akhirnya berpuncak pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Tulisan ini berangkat dari keinginan penulis untuk memnangkitkan kembali pada ingatan kita akan semangat dan sepak terjang pemuda dalam sejarah perjuangan bangsa dikaitkan dengan kontekstualisasi semangat pemuda dalam perjuangan pada era kekinian, selaras dengan sinyalemen Peter Drucker diatas akan pentingnya pengetahuan sebagai kunci keberhasilan suatu bangsa.
Beliau mengatakan bahwa dewasa ini, bagi sebuah Negara / bangsa , sumber daya yang harus dimiliki dan dikuasai , untuk dapat berkompetisi dalam era borderless world (globalisasi) adalah pengetahuan (knowledge ) .Tentu bukan berarti bahwa factor endowment (sumberdaya lainnya) seperti kekayaan alam, kandungan minyak dan gas bumi dsb tidak penting. Itulah barangkali yang bisa menjawab pertanyaan kenapa kita, bangsa Indonesia , yang dikaruniai begitu banyak sumberdaya kekayaan alam , sampai hari ini belum mampu menunjukan jati diri kita sebagai bangsa yang maju, makmur, gemah ripah loh jinawi sebagaimana harapan pendiri bangsa ini.
Dus sekaligus menjawab mengapa Negara – Negara seperti Jepang, Singapura, Korea dsb , yang secara alamiah kurang memiliki factor – factor kekayaan alam , justru mampu menunjukan dirinya sebagai Negara maju. Jawabnya adalah karena mereka menguasai pengetahuan itu (tidak sekedar memiliki).
Berbicara tentang pengetahuan berarti kita berbicara pentingnya pendidikan dan system pendidikan. Karena pengetahuan (knowledge) dalam tingkatan tertentu adalah produk dari pendidikan melalui proses pembelajaran. Dan pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dalam arti luas , yang sejak lahir telah dimiliki oleh manusia sebagai karunia Allah Yang Maha Kuasa.
Kita tahu bahwa setiap manusia secara alamiah memiliki pengetahuan baik yang bersifat Tacit knowledge maupun eksplisit Knowledge. Tacit knowledge adalah pengetahuan yang dimiliki karena pengalaman dan bersifat ketrampilan. Sedangkan eksplisit knowledge adalah pengetahuan yang dihasilkan dari proses pendidikan atau pengajaran formal.
Dalam terminology orang jawa pengetahuan berarti kawruh, ilmu , ataupun ngelmu. Ilmu dalam konteks ini lebih mengarah pada pengetahuan yang bersifat rasio. Sedangkan ngelmu lebih menitik beratkan pada aspek batiniah & spiritual. Dalam bahasa modernnya mungkin bisa disandingkan dengan istilah intelegent quotient (IQ) dan Spiritual Quotient (SQ)
Pentingnya pengetahuan ini bisa kita lihat dalam berbagai tinjauan baik yang bersifat teologis, ilmiah, maupun cultural.
Agama mengajarkan betapa pentingnya manusia memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan. Salah seorang pemikir kita , Dr. Soedjatmoko mengatakan “ Menurut pengetahuan dan pengalaman saya, manusia baru akan mencapai kesejahteraan apabila ia sudah mampu mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan ajaran agama di dalam segala pemikiran dan tindakannya “
Budaya mengajarkan kepada kita betapa pentingnya pengetahuan dan menggugahnya menjadi kesadaran untuk senantiasa menuntut ilmu. Tentu kita masih ingat (khususnya orang Jawa ) nyanyian/ syair yang berjudul Ilir – ilir sebagai berikut;
……………………
Bocah angon penekno blimbing kuwi ( pemuda penuntut ilmu)
Lunyu – lunyu penekna ( kesulitan harus diatasi)
Kanggo Seba mengko sore ( menuju masa depan )
Mumpung padhang rembulane ( selagi nasib masih beruntung )
Mumpung jembar kalangane. ( selagi kesempatan masih terbuka )

Syair diatas mengandung filsafat tentang pentingnya ilmu pengetahuan dengan menggambarkan sosok pemuda ( yang di bahasakan dalam istilah “bocah angon/penggembala”) yang harus senantiasa menuntut ilmu meskipun banyak aral melintang & hambatan. Tersurat bahwa menuntut ilmu itu penting dalam rangka menuju masa depan yang lebih baik. Dan selagi nasib masih beruntung serta kesempatan masih terbuka kita harus mampu menangkap peluang itu
Hal yang dapat dipetik dari pentingnya pengetahuan ini adalah marilah kita menjadi manusia pembelajar, yang senantiasa mengasah otak kita untuk selalu belajar mengikuti peradaban yang begitu dinamis bergerak. Sudah barang tentu, yang tidak boleh kita abaikan adalah seberapa banyak/bisa pengetahuan yang kita miliki bisa bermanfaat bagi lingkungan kita. Bukankah Rasulullah pernah bersabda bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya?
Bagi sesama warga Tegal , utamanya para generasi mudanya marilah kita berlomba – lomba mengasah pengetahuan kita, apapun disiplin ilmu kita. Momentum Sumpah Pemuda dapat kita jadikan pijakan bahwa Pemuda, dalam sejarahnya senantiasa berdiri paling muka dan menjadi pelopor dalam setiap even perjuangan bangsa ini. Berbagai persoalan bangsa yang masih mendera kita, memanggil para pemuda untuk bangkit dan kembali memberikan sumbangsihnya. Setidaknya dengan terus belajar dan belajar .Tentu saja dengan harapan akan memberi manfaat bukan saja buat kita sendiri tetapi juga buat lingkungan kita , baik lingkungan Tegal maupun untuk ( barangkali ) negeri kita. Marilah kita menjadi insan pembelajar untuk menjadikan warga Tegal menjadi masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based society) untuk mendukung sinyalemen Peter Drucker yang penulis kutip diawal tulisan ini.
Yogyakarta, Oktober 2010
(Artikel ini dimuat dalam rubrik wacana Radar Tegal,26 Oktober 2010)

Tidak ada komentar: